Negeri Transoxiana (negeri
di seberang Sungai Oxus) adalah sebuah kawasan kuno yang terletak di delta
Sungai Amudarya (Arab: Jayhun/ Jihun, Yunani: Oxus) dan
Sungai Syrdarya (Arab: Sihun, Yunani: Yaxartes). Istilah yang
berasal dari bahasa Latin tersebutlah yang dikenal oleh para sejarawan Barat.
Adapun kaum muslimin sejak masa futuuhat
islamiyah (ekspansi/
perluasan wilayah Islam) mengenalnya dengan nama Bilaad Maa Wara'a
An-Nahr (negeri di seberang
sungai). Istilah Persia untuk kawasan itu adalah Fararud (negeri di seberang
sungai). Kawasan ini sekarang merupakan bagian dari 5 negara di Asia Tengah:
Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Ia terkenal
akan kesuburan tanah dan ketersediaan air, dihuni oleh suku-suku bangsa Turk.
Pada masa periode ekspansi Islam, ia terbagi menjadi beberapa propinsi atau
kerajaan:
1.
Propinsi Tokharistan, ibukotanya Balkh, yang terletak di kedua tepi Sungai
Jihun.
2.
Propinsi As-Sughd (Sogdia) yang meliputi kota Bukhara dan Samarkand.
3.
Propinsi Khwarizm yang terletak di delta Sungai Jihun, berpusat di Jurjaniyah
(Gurganj/ Urgench).
4.
Propinsi Khuttal di bagian atas Sungai Jihun. Ibukotanya Hulbuk. Keempat kerajaan ini
disebut dengan Kerajaan-kerajaan Jihun.
5.
Propinsi Ferghana di tepi sungai Sihun, kota Kokhand termasuk dalam propinsi
ini.
6.
Propinsi Osrušana di timur Ferghana, dihuni oleh bangsa Hun Putih. Pemimpin
mereka bergelar Afshin.
7.
Propinsi Shash (Chach) di tepi sungai Sihun yang sekarang dikenal dengan
Tashkent, ibukota Uzbekistan. Ketiga kerajaan terakhir disebut
Kerajaan-kerajaan Sihun.
![]() |
Peta negeri Transoxiana dan sekitarnya pada abad 8 Masehi. Sumber gambar: Wikimedia |
Saat Khalifah Utsman bin
Affan radhiyallahu anhu wafat tahun 35 H, umat Islam tersibukkan dengan
konflik internal. Ekspansi Islam ke wilayah-wilayah timur pun terhenti,
sampai-sampai penduduk kawasan tersebut banyak yang melepaskan diri.
Kemudian saat Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu anhu mendirikan
dinasti baru, ia berupaya untuk mengokohkan kuasa dan mengembalikan kendali
atas daerah tersebut. Penunjukan Ubaidillah bin Ziyad sebagai gubernur wilayah
Khurasan setelah kematian ayahnya tahun 54 H adalah buktinya. Ibnu Ziyad
berhasil menegakkan kembali pengaruh dinasti Umayyah atas negeri tersebut.
Tidak cukup sampai di situ, ia bahkan berhasil menyeberangi Sungai Jihun dengan
mengendarai unta hingga sampai ke pengunungan Bukhara. Dari sana, ia berhadapan
dengan bangsa Turk dan berhasil menaklukkan kota Paikent (Baykand) dan Bukhara.
Ia memperoleh harta rampasan yang amat banyak dari penaklukan itu dan berhasil
memaksa keduanya untuk membayar jizyah. Setelah memerintah Khurasan
selama dua tahun, ia kembali ke Basrah untuk menerima jabatan sebagai
gubernurnya.
Lalu, Muawiyah menunjuk
Said bin Utsman bin Affan menggantikannya sebagai gubernur Khurasan. Tidak lama
kemudian, ia juga menyeberangi Sungai Jihun untuk menghadapi suku Sogdiana.
Pasukan Said berhasil mengepung mereka, hingga akhirnya mereka menerima
perundingan damai dan menyerahkan 50 orang putra tokoh-tokoh mereka untuk
dijadikan sebagai jaminan. Ia lalu melanjutkan ekspansi hingga ke Tirmidz dan
berhasil menaklukkannya secara damai. Dalam pasukannya, ikut serta Qutsam putra
Abbas bin Abdul Mutthalib paman Nabi radhiyallahu anhu.
Ekspansi wilayah timur ini
kembali terhenti saat wafatnya Khalifah Muawiyah dan umat Islam kembali
mengalami konflik internal. Kaum muslimin di negeri-negeri timur yang telah
ditaklukkan ini berada dalam posisi defensif terhadap serangan bangsa Turk dan
pemberontakan penduduk negeri. Pemberontakan ini bahkan menjalar hingga
ke Nishapur dan menyebabkan pemerintahan Islam harus kehilangan banyak wilayah
yang dahulu telah berhasil ditaklukkan.
Keadaan terus demikian
hingga Abdul Malik bin Marwan berhasil meraih tampuk kepemimpinan Dinasti
Umayyah dan segera menunjuk Hajjaj bin Yusuf untuk memegang wilayah Irak dan
timur. Ekspansi wilayah timur kembali aktif di bawah kendali pegawai-pegawai
dan panglima-panglima Hajjaj atas Khurasan, bermula dari Muhallab bin Abu
Sufrah yang menjadi gubernur tahun 78 H setelah ia selesai dari menumpas
pemberontakan sekte Khawarij Azariqah.
![]() |
Ekspansi negeri Transoxiana di masa Muhallab bin Abu Sufrah (ditunjukkan oleh panah tebal putus-putus). Sumber gambar; Wikimedia |
Muhallab lantas menyeberangi
Sungai Balkh dan berhasil menundukkan kota Kish tahun 80 H. Kemudian ia
didatangi oleh sepupu Al-Syabal Raja Khuttal yang membujuk agar ia mendukungnya
dalam memerangi sepupunya. Ia mengutus putranya Yazid untuk membantu pangeran
tersebut dan berhasil memaksa Al-Syabal untuk membayar tebusan. Selanjutnya, ia
mengutus Habib, putranya yang lain untuk menaklukkan Bukhara. Muhallab menetap
di Kish hingga wafatnya dua tahun kemudian. Jabatannya sebagai gubernur
Khurasan digantikan oleh putranya Yazid, dan tiga tahun kemudian oleh
Mufaddhal, putranya yang lain. Yang terakhir ini kemudian dicopot oleh Hajjaj
dan digantikan oleh Qutaibah bin Muslim Al-Bahili tahun 85 H.
Ekspansi negeri Transoxiana
memasuki tahap penentuan di bawah kendali Qutaibah. Hal itu berkat kecakapannya
sebagai pemimpin, tekad serta dorongan Hajjaj sebagai gubernur, serta kekuatan
dan wibawa Dinasti Umayyah. Qutaibah merupakan sosok negarawan, penentu
kebijakan, dan penggagas sistem dan tata kelola. Ia berhasil memadamkan konflik
kesukuan di antara suku-suku Arab Khurasan dan menyatukan mereka di bawah
bendera perjuangan. Di sisi lain, ia juga baik dan dekat dengan penduduk
Khurasan, ia berikan kedudukan-kedudukan kepada mereka sehingga ia pun dicintai
dan dipercaya oleh rakyat. Qutaibah mengalami empat tahapan dalam menaklukkan
negeri Transoxiana, yaitu:
- Tahap pertama (86-87 H): menundukkan propinsi Tokharistan yang merupakan pijakan utama dalam menundukkan seluruh negeri. Sampai-sampai jika raja-raja negeri tersebut mendengar kedatangannya, mereka segera meminta perjanjian damai.
- Tahap kedua (87-90 H): menaklukkan propinsi Bukhara setelah melalui peperangan sengit dan kegigihan dalam bertempur.
- Tahap ketiga (91-93 H): menaklukkan negeri-negeri Jihun yang tersisa, kemudian negeri Sijistan tahun 92 H dan propinsi Khwarizm tahun 93 H. Di antara capaian terbesarnya pada tahap ini adalah takluknya Samarkand yang merupakan kota terbesar di seluruh Transoxiana.
Salah satu kisah terbaik dalam penaklukan Samarkand adalah penduduk negeri itu meyakini bahwa siapapun yang berani mengusik patung-patung sembahan mereka akan binasa. Maka kemudian pasukan Islam pun mengumpulkan patung-patung tersebut dan membakarnya. Saat para penduduk melihat bahwa kaum muslimin tidak apa-apa, banyak dari mereka berbondong-bondong masuk Islam.
- Tahap keempat (94-96 H): penaklukan tiga negeri Sihun: Chach, Osrušana dan Ferghana. Setelah itu ia memasuki Kashgar, kota di perbatasan Tiongkok dan mendirikan basis Islam di sana. Sebenarnya ia telah bersiap untuk memulai ekspansi lebih jauh ke dalam negeri Tiongkok. Namun wafatnya Hajjaj tahun 95 H dan Khalifah Walid bin Abdul Malik tahun 96 H, menyebabkan ekspansinya terhenti sampai di situ. Walau demikian, ia berhasil memaksa penguasanya untuk membayar jizyah.
Setelah itu, Dinasti
Umayyah maju-mundur dalam mengokohkan posisi mereka di negeri
Transoxiana. Pengaruh mereka secara resmi pudar dengan wafatnya gubernur
Khurasan terakhir dari Dinasti Umayyah, Nasr bin Sayyar tahun 131 H. Walau
bagaimanapun juga, bendera kekhalifahan Dinasti Umayyah telah terpancang di
kawasan ini selama kurang lebih 45 tahun, dengan catatan bahwa penaklukan
seluruh negeri baru berhasil dicapai tahun 96 H di masa pemerintahan Qutaibah
bin Muslim.
Disarikan
dari:
- Al-Kamil fi At-Tarikh: Ibnu Atsir, jilid 3-4 cet. Al-Maktabah Al-Ashriyah.
- Mujaz 'an Al-Futuhat Al-Islamiyah: Toha Abdul Maqsud Abdul Hamid Abu Ubayyah, cet. Dar Nasyr lil Jamiat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar